Catatan Bulan Sya’ban

Catatan

Bulan Sya’ban

Dari ‘Aisyah, dia berkata,”Aku tidak pernah melihat Rasulullah menyempurnakan puasa sebulan penuh kecuali bulan Ramadhan dan aku tidak pernah melihat beliau berpuasa dalam suatu bulan lebih banyak daripada bulan Sya’ban.

Muttafaq ‘alaihi: Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari IV/213, no. 1969), Shahiih Muslim (II/810, no. 1156 (175)), Sunan Abi Dawud (VII/99, no. 2417).

Sobat taulah bagaimana perbanyak berpuasa, dengan dalil umum sob, puasa senin kamis, yaumul bidh, atau yang sering puasa Daud, lakukanlah. Yuuk mari…

Larangan berpuasa pada bulan pertengahan bulan Sya’ban bagi mereka yang tidak mempunyai kebiasaan berpuasa,

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,”Jika telah sampai pertengahan bulan Sya’ban, maka janganlah kalian berpuasa.” Shahih: [Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 1339)], Sunan Abi Dawud (VI/460, no. 2320), Sunan at-Tirmidzi (II/121, no. 735), Sunan Ibni Majah (I/528, no. 1651) dengan lafazh yang mirip.

Juga dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, diriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: Janganlah sekali-kali salah seorang di antara kalian mendahului Ramadhan dengan puasa satu atau dua hari sebelumnya, kecuali jika orang itu tengah mengerjakan suatu puasa yang biasa dilakukan, maka hendaklah ia puasa pada hari itu.” Muttafaq ‘alaihi: Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari IV/127, no. 1914), Shahiih Muslim (II/762, no. 1082), Sunan Abi Dawud (VI/469, no. 2318), Sunan at-Tirmidzi (II/97, no. 680), Sunan an-Nasa’I (IV/149), Sunan Ibni Majah (I/528, no. 1650).

Hati-hati ya…

Hadits lain yang berkaitan dengan bulan Sya’ban yang tidak dapat dijadikan sebagai sandaran ibadah,

“Jika malam Nishfu Sya’ban, maka shalatlah pada malam itu dan puasalah pada siang harinya, karena saat terbenam matahari Allah turun ke langit dunia dan berfirman: Tidakkah ada yang minta ampunan, niscaya akan Aku ampuni? Tidakkah ada yang minta rezeki, niscaya akan Aku berikan rezeki? Tidakkah ada yang sedang terkena musibah, niscaya Aku selamatkan? Tidakkah ada begini dan begitu? Sampai terbit fajar.” Palsu. (Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban 1/421, Ibnul Jauzi dalam al-‘Ilal 2/561, Baihaqi dalam Syu’abul Imam 3/378 dari Ibnu Abi Sabroh dari Ibrohim bin Muhammad dari Mu’awiyah bin Abdillah bin Ja’far dari bapaknya dari Ali bin Abu Thalib secara marfu’. Sisi cacatnya adalah Ibnu Abi Sabroh, dia tukang palsu hadits. Berkata Imam Ahmad dan Ibnu Ma’in: Dia memalsukan hadits. Hadits ini dilemahkan oleh Ibnu Rajab dan al-Mundziri serta lainnya. [lihat adh-Dho’ifah: 2132]).

“Rajab bulan Allah, Sya’ban bulanku dan Ramadhan bulan umatku.” Lemah. (Diriwayatkan oleh al-Ashbahani dalam at-Targhib 1/226 dari Qurroh bin Tammam dari Yunus dari Hasan secara marfu’. Hadits ini lemah karena Hasan al-Bashri langsung meriwayatkan dari Rasulullah padahal dia seorang Tabi’in. dan Qurroh bin Tammam seorang yang shoduq terkadang salah. [lihat adh-Dho’ifah: 4400]).

“Wahai ‘Ali, barangsiapa shalat seratus raka’at pada malam nishfu Sya’ban dengan membaca surat al-Fatihah dan ‘Qul huwallaahu Ahad’(surat al-Ikhlas) pada setiap raka’at sepuluh kalli, maka Allah akan memenuhi seluruh kebutuhannya.” Maudhu’. Dibawakan Ibnul Jauzi dalam al-Maudhu’at (II/129), seraya berkata: “Tidak diragukan lagi, hadits ini adalah maudhu’.” Kemudian lanjutnya,”Dan sungguh kita telah melihat mayoritas orang melakukan shalat Alfiyah ini sampai larut malam, sehingga mereka pun malas shalat shubuh atau bahkan tidak shalat shubuh.” Imam Ibnul Qayyim berkata: “Diantara contoh hadits-hadits maudhu’ adalah hadits tentang shalat nishfu Sya’ban.” Lalu lanjutnya,”Sungguh sangat mengherankan, ada seorang yang mengerti ilmu hadits, namun tertipu dengan hadits-hadits semacam ini lalu mengamalkannya. Padahal shalat seperti ini baru disusupkan dalam Islam setelah tahun 400 H dan berkembang di Baitul Maqdis.[al-Manarul Munif hal. 98-99].

Tidak ada waktu khusus pada malam ke-15 Sya’ban untuk berkumpul dalam masjid kemudian mengerjakan shalat Alfiyah, membaca Tilawah Al Qur’an, dan berpuasa pada siang harinya. Semua dalil yang berkenaan dengan itu semua adalah Dhaif (lemah) bahkan ada yang maudhu (palsu). Jangan tertipu walaupun hadits berkenaan dengan shalat malam Nisfu Sya’ban seratus rakaat ada dalam kitab Quut Al-Qulub dan Ihya Ulum Ad-Din. (Penjelasan lengkapnya dapat merujuk pada kitab Al-Bida’ wa Al-Muhdatsat wa maa Laa Ashla Lahu, Hammud bin Abdullah Al-Mathr, cet II, Daar Ibni Khuzaimah-Riyadh, 1419 H.)

Dikumpulkan dari sumber:

Al-Bida’ wa Al-Muhdatsat wa maa Laa Ashla Lahu, Hammud bin Abdullah Al-Mathr, cet II, Daar Ibni Khuzaimah-Riyadh, 1419 H.

Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil ‘Aziiz, ‘Abdul ‘Azhim bin Badawi al-Khalafi, cet II, Daar Ibni Rajab, 1421 H.

Hadits Lemah dan Palsu yang Populer di Indonesia, Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf, cet I, Pustaka Al Furqon-Gresik, 1428 H.

Koreksi Hadits-Hadits Dha’if Populer, Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi, cet I, Media Tarbiyah-Bogor, 1429 H.