Swaktu Saya Masih Kecil (ep. 03)

Burung kacerGambar 1. Burung kacer (langka di kampung saya).

Berburu, mendekap burung, mencari sarang burung, pernahkah kalian? Ini khusus untuk cowok. Karena genre petualangan ini biasanya digandrungi anak laki-laki di daerah pelosok macam saya kecil. Saya sangat senang sekali berburu dan mencari sarang burung. Berburu burung dengan menggunakan ketapel atau pancing. Loh maksudnya gimana itu??

Gini loh, perburuan burung versi burung besar macam ayam-ayaman, burung bangau sungai, burung dara liar, burung-burung besar yang ada disungai, dan versi kecil burung puyuh, burung didi padi, burung prenjak, burung ciblek, burung cit cit dan lain-lain diburu dengan berlarian dan ditohok dengan ketapel buatan sendiri. Khusus untuk burung besar saya dan teman memburunya untuk di sate bersama di alas (ladang atau hamparan lahan yang telah diolah produktif). Jadi persiapan yang dibawa saat berburu burung versi besar adalah kecap, sedikit garam, korek api, dan ketapel. Perburuan burung besar ini biasanya saya lakukan disaat hujan sangat deras tiba. Jadi saat pengejaran, sayap burung yang notabene tidak dapat basah karena ada perminyakan di bulunya, lama-lama bisa basah dan burung gak dapat terbang tinggi lagi. Nah itu kesempatan kami untuk menangkapnya baik hidup atau sekarat terkena tembakan ketapel kami. Untuk burung versi kecil, kami memburunya hanya untuk fun fun aja menurut saya sih. Soalnya kalaupun di sate juga dagingnya gak ada kecuali burung puyuh ya. Burung puyuh favorit tuh. Dagingnya enak, apalagi telurnya. Jadi saat nemu sarang burung puyuh di alas, apalagi saat sarangnya ada telurnya, biasanya kami mendekapnya dengan kedua belah tangan saat pagi hari atau sore menjelang malam. Beda lagi dengan temanku, mereka lebih suka mendekapnya malam hari. Saya sendiri gak bisa ikut-ikutan mereka karena malam setelah shalat isya saya dirumah belajar dan berkumpul di ruangan keluarga hingga tidur menjelang. Saya tidak diperbolehkan keluar malam-malam.

Burung ayam-ayamanBurung puyuh

Gambar 2. Burung ayam-ayaman dan puyuh, hmmm nyummii..

Amunisi utama ketapel yang saya bawa adalah batu-batu kecil yang diambil dijalanan atau sungai. Dikantongi dicelana jadi lumayan kombor-kombor berat celana yang dipakai. Tak jarang makanya celana teman saya melorot karena kebanyakan amunisi. Ketapel yang kami buat, kami ambil potongan ban dalam bekas (karet) dan kulit sandal yang tak terpakai dan untuk pegangannya terkadang memakai potongan bambu atau kayu. Saya lebih suka pegangan yang terbuat dari kayu. Namun semakin maju jaman, ketapel yang kami buat berubah yaitu dengan menggunakan pentil ban sepeda yang double. Disini kita bisa bandingkan bahwa regangan dari karet ban dalam bekas lebih panjang dan kekuatannya lebih kuat dibandingkan pentil ban sepeda. Kegunaanya juga berbeda, karet sasarannya untuk burung-burung besar dan pentil untuk burung-burung kecil.

Burung kutilang anakan

Gambar 3. Anakan burung kutilang.

Mencari sarang burung, tak kalah serunya dengan berburu burung. Biasanya kegiatan ini satu paket. Sembari berburu, mencari sarang burung. Radius saya mencari sarang burung dan berburu adalah belasan kilometer dari rumah saya. Sarang burung dicari untuk didapatkan anakan burung yang kemudian dipelihara sendiri. Atau terkadang untuk dijual itung-itung menambah uang jajan sekolah. Saya dan teman SELALU pergi ke alas untuk mencari sarang burung. Kalau ada dari teman yang sudah membooking satu sarang burung di pohon mahoni misalnya, maka kami gak boleh mengambilnya. Kalau mengambilnya berarti kami mencurinya. Bahkan teman bisa datang ke rumah buat mengambil apa yang menjadi miliknya walau hanya sekedar booking. Burung yang menjadi favorit kami adalah burung kutilang, burung pentet, burung kacer, burung tekukur, burung paruh udang, burung ciblek, dan burung pelatuk. Saya sendiri memelihara burung kutilang, burung pentet, dan burung pelatuk. Burung kacer susah sekali buat dapatnya di kampung alas kami. Burung tekukur, paruh udang, dan ciblek menjadi peliharaan temanku.

 Burung paruh udang                                         Burung kutilangBurung pelatukBurung pentet

Gambar 4. Burung kutilang, burung pelatuk, burung pentet dan burung paruh udang.

Saat mendapatkan sangkar burung dipohon, saya dan teman-teman tak segan buat memanjatnya. Mau itu pendek atau tinggi kami panjat. Pohon jati, pohon sengon, pohon mahoni, pohon kelapa, pohon akasia, pohon rambutan, pohon mangga, pohon petai, dan pohon-pohon lain. Dulu saya gak mikir, pohon tinggi tetep saja dipanjat. Gila aja sih, kalau dipikir-pikir sekarang manjat pohon yang tinggi gitu. Sakarang kalau ngulangi lagi saya gak berani. Bener geh, sueer kagak berani. Kalau jatuh aja, bisa langsung koit. Pantas orangtua saya marah-marah kalau saya manjat pohon tinggi. Saya sendiri sih yang bandel. Dan tadi malam 7 Februari 2013 pukul 20.15 sepupu saya (anak dari kakaknya bapak) meninggal dunia karena sebelumnya jatuh dari pohon rambutan. Innalillaahi wa inna ilaihi raaji’un. Semoga Allah mengampuni dosa beliau dan menerima amalan beliau, Aamiin.

Pelajaran bagi kita, berikan protektif ke anak agar tidak blangsakan jauh dari rumah, jangan bolehkan memanjat pohon yang sangat tinggi. Kalau pohon yang tingginya hanya 10 meter mah masih bisa asal dalam pengawasan orangtua. Kreatifitas memanjat pohon anak laki-laki juga mesti diasah, jadi gak heran lah anak laki-laki dari kota gak bisa panjat pohon kelapa karena mereka memang gak pernah ngasah keterampilan memanjat. Berdoa sebelum memanjat pohon dan berhati-hatilah dalam setiap pegangan atau pijakan dahan pohon. Karena kekuatan dahan pohon setiap pohon berbeda-beda.

Panjat pohon kelapa

Pohon kelapa….Berani?!!!